Hari
Valentine (bahasa Inggris: Valentine's Day), pada tanggal 14 Februari
adalah sebuah hari di mana para kekasih dan mereka yang sedang jatuh
cinta menyatakan cintanya di Dunia Barat. Pada masa kini, hari raya ini
berkembang bukan hanya para orang yang memadu kasih, tapi pada sahabat
dan teman dekat. Namun mayoritas yang merayakannya adalah orang yang
sedang jatuh cinta. Ini pun dianut saat ini dan semakin meluas di
kalangan muda-mudi di negeri ini. Ketika hari tersebut ada yang
memberikan coklat kepada kekasihnya atau kado spesial lainnya.
Selaku umat Islam, tentu saja kita mesti menilik ulang perayaan
tersebut. Ada beberapa tinjauan dalam perayaan tersebut yang bisa
dikritisi. Di antaranya adalah tentang memadu kasih lewat pacaran dan
hukum merayakan valentine serta memberikan hadiah ketika itu. Semoga
Allah memberikan kemudahan bagi kami untuk membahasnya.
Meninjau Fenomena Memadu Kasih Lewat Pacaran
Sebagian orang menyangka bahwa jika seseorang ingin mengenal
pasangannya mestilah lewat pacaran. Kami pun merasa aneh kenapa sampai
dikatakan bahwa cara seperti ini adalah satu-satunya cara untuk mengenal
pasangan. Saudaraku, jika kita telaah, bentuk pacaran pasti tidak
lepas dari perkara-perkara berikut ini.
Pertama: Pacaran adalah jalan menuju zina
Yang namanya pacaran adalah jalan menuju zina dan itu nyata. Awalnya
mungkin hanya melakukan pembicaraan lewat telepon, sms, atau chating.
Namun lambat laut akan janjian kencan. Lalu lama kelamaan pun bisa
terjerumus dalam hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri.
Begitu banyak anak-anak yang duduk di bangku sekolah yang mengalami
semacam ini sebagaimana berbagai info yang mungkin pernah kita dengar di
berbagai media. Maka benarlah, Allah Ta’ala mewanti-wanti
kita agar jangan mendekati zina. Mendekati dengan berbagai jalan saja
tidak dibolehkan, apalagi jika sampai berzina. Semoga kita bisa
merenungkan ayat yang mulia,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32). Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan,
“Allah melarang mendekati zina. Oleh karenanya, sekedar mencium lawan
jenis saja otomatis terlarang. Karena segala jalan menuju sesuatu yang
haram, maka jalan tersebut juga menjadi haram. Itulah yang dimaksud
dengan ayat ini.”[1] Selanjutnya, kami akan tunjukkan beberapa jalan menuju zina yang tidak mungkin lepas dari aktivitas pacaran.
Kedua: Pacaran melanggar perintah Allah untuk menundukkan pandangan
Padahall Allah Ta'ala perintahkan dalam firman-Nya,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ
أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ
اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian
itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka perbuat".” (QS. An Nur: 30). Dalam ayat ini, Allah
memerintahkan kepada para pria yang beriman untuk menundukkan pandangan
dari hal-hal yang diharamkan yaitu wanita yang bukan mahrom. Namun
jika ia tidak sengaja memandang wanita yang bukan mahrom, maka
hendaklah ia segera memalingkan pandangannya. Dari Jarir bin Abdillah,
beliau mengatakan,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku
segera memalingkan pandanganku.”[2]
Ketiga: Pacaran seringnya berdua-duaan (berkholwat)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang
tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di
antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.”[3]
Berdua-duaan (kholwat) yang terlarang di sini tidak mesti dengan
berdua-duan di kesepian di satu tempat, namun bisa pula bentuknya lewat
pesan singkat (sms), lewat kata-kata mesra via chating dan lainnya.
Seperti ini termasuk semi kholwat yang juga terlarang karena bisa pula
sebagai jalan menuju sesuatu yang terlarang (yaitu zina).
Keempat: Dalam pacaran, tangan pun ikut berzina
Zina tangan adalah dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom sehingga ini menunjukkan haramnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى
مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ
وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ
وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ
يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini
suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah
dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah
dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina
kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan
berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau
mengingkari yang demikian.”[4]
Inilah beberapa pelanggaran ketika dua pasangan memadu kasih lewat
pacaran. Adakah bentuk pacaran yang selamat dari hal-hal di atas? Lantas
dari sini, bagaimanakah mungkin pacaran dikatakan halal? Dan bagaimana
mungkin dikatakan ada pacaran islami padahal pelanggaran-pelanggaran
di atas pun ditemukan? Jika kita berani mengatakan ada pacaran Islami,
maka seharusnya kita berani pula mengatakan ada zina islami, judi
islami, arak islami, dan seterusnya.
Menikah, Solusi Terbaik untuk Memadu Kasih
Solusi terbaik bagi yang ingin memadu kasih adalah dengan menikah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
« لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ »
“Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.”[5]
Inilah jalan yang terbaik bagi orang yang mampu menikah. Namun ingat,
syaratnya adalah mampu yaitu telah mampu menafkahi keluarga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ
مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ
وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ
فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda[6], barangsiapa
yang memiliki baa-ah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang
belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang
baginya.”[7] Yang dimaksud baa-ah dalam hadits ini boleh jadi jima’ yaitu mampu berhubungan badan. Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud baa-ah adalah telah mampu memberi nafkah. Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullahh mengatakan bahwa kedua makna tadi kembali pada makna kemampuan memberi nafkah.[8] Itulah yang lebih tepat.
Inilah solusi terbaik untuk orang yang akan memadu kasih. Bukan malah
lewat jalan yang haram dan salah. Ingatlah, bahwa kerinduan pada si
dia yang diidam-idamkan adalah penyakit. Obatnya tentu saja bukanlah
ditambah dengan penyakit lagi. Obatnya adalah dengan menikah jika mampu.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya obat bagi orang yang saling mencintai adalah dengan menyatunya dua insan tersebut dalam jenjang pernikahan.”[9]
Obat Bagi Yang Dimabuk Cinta
Berikut adalah beberapa obat bagi orang yang dimabuk cinta namun belum sanggup untuk menikah.
Pertama: Berusaha ikhlas dalam beribadah.
Jika seseorang benar-benar ikhlas menghadapkan diri pada Allah, maka
Allah akan menolongnya dari penyakit rindu dengan cara yang tak pernah
terbetik di hati sebelumnya. Cinta pada Allah dan nikmat dalam
beribadah akan mengalahkan cinta-cinta lainnya. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah mengatakan, “Sungguh, jika hati telah merasakan manisnya
ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya, niscaya ia tidak akan
menjumpai hal-hal lain yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat dan
lebih baik daripada Allah. Manusia tidak akan meninggalkan sesuatu yang
dicintainya, melainkan setelah memperoleh kekasih lain yang lebih
dicintainya. Atau karena adanya sesuatu yang ditakutinya. Cinta yang
buruk akan bisa dihilangkan dengan cinta yang baik. Atau takut terhadap
sesuatu yang membahayakannya.”[10]
Kedua: Banyak memohon pada Allah
Ketika seseorang berada dalam kesempitan dan dia bersungguh-sungguh
dalam berdo’a, merasakan kebutuhannya pada Allah, niscaya Allah akan
mengabulkan do’anya. Termasuk di antaranya apabila seseorang memohon
pada Allah agar dilepaskan dari penyakit rindu dan kasmaran yang terasa
mengoyak-ngoyak hatinya. Penyakit yang menyebabkan dirinya gundah
gulana, sedih dan sengsara. Ingatlah, Allah Ta’ala berfirman,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan Rabbmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al Mu’min: 60)
Ketiga: Rajin memenej pandangan
Pandangan yang berulang-ulang adalah pemantik terbesar yang
menyalakan api hingga terbakarlah api dengan kerinduan. Orang yang
memandang dengan sepintas saja jarang yang mendapatkan rasa kasmaran.
Namun pandangan yang berulang-ulanglah yang merupakan biang kehancuran.
Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk menundukkan pandangan agar
hati ini tetap terjaga. Lihatlah surat An Nur ayat 30 yang telah kami
sebutkan sebelumnya. Mujahid mengatakan, “Menundukkan pandangan dari berbagai hal yang diharamkan oleh Allah akan menumbuhkan rasa cinta pada Allah.”[11]
Keempat: Lebih giat menyibukkan diri
Dalam situasi kosong kegiatan biasanya seseorang lebih mudah untuk
berangan memikirkan orang yang ia cintai. Dalam keadaan sibuk luar biasa
berbagai pikiran tersebut mudah untuk lenyap begitu saja. Ibnul Qayyim
pernah menyebutkan nasehat seorang sufi yang ditujukan pada Imam Asy
Syafi’i. Ia berkata, “Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”[12]
Kelima: Menjauhi musik dan film percintaan
Nyanyian dan film-film percintaan memiliki andil besar untuk
mengobarkan kerinduan pada orang yang dicintai. Apalagi jika nyanyian
tersebut dikemas dengan mengharu biru, mendayu-dayu tentu akan
menggetarkan hati orang yang sedang ditimpa kerinduan. Akibatnya rasa
rindu kepadanya semakin memuncak, berbagai angan-angan yang menyimpang
pun terbetik dalam hati dan pikiran. Bila demikian, sudah layak jika
nyanyian dan tontonan seperti ini dan secara umum ditinggalkan. Demi
keselamatan dan kejernihan hati. Sehingga sempat diungkapkan oleh
beberapa ulama nyanyian adalah mantera-mantera zina.
Ibnu Mas’ud mengatakan, “Nyanyian dapat menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air dapat menumbuhkan sayuran.” Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera zina.” Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.”[13]
Kasih Sayang di Hari Valentine
Saling memberi kado, saling memberi coklat dan hadiah, fenomena
semacam inilah yang akan kita saksikan pada hari Valentine (14 Februari)
dan hari ini pun disebut dengan hari kasih sayang. Jika ini didasari
pada memadu kasih dengan pacaran, sudah kami jabarkan kekeliruannya di
atas. Jika ini adalah kasih sayang secara umum, maka di antara kerusakan
yang dilakukan adalah
tasyabuh atau mengikuti budaya orang barat (orang kafir).
Mungkin sebagian kaum muslimin tidak mengetahui bahwa sebenarnya
perayaan ini berasal dari budaya barat untuk mengenang pendeta (santo)
Valentinus. Paus Gelasius I menetapkan tanggal 14 Februari sebagai hari
peringatan santo Valentinus. Kenapa tanggal 14 Februari bisa
dihubungkan dengan santo Valentinus? Ada yang menceritakan bahwa sore
hari sebelum santo Valentinus akan gugur sebagai martir (mati karena
memperjuangkan cinta), ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang
diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis "Dari Valentinusmu". Pada kebanyakan versi menyatakan bahwa 14 Februari dihubungkan dengan kegugurannya sebagai martir.[14]
Dari sini menunjukkan bahwa perayaan Valentine bukan perayaan kaum
muslimin, namun termasuk perayaan barat. Perayaan ini pun dimaksudkan
untuk mengenang tokoh orang kafir yaitu santo Valentinus. Sehingga
kerusakannya yang terlihat jelas adalah tasyabuh (meniru-niru) orang
kafir.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”[15]
Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal perayaan,
penampilan dan kebiasaan yang menjadi ciri khas mereka. Tasyabbuh di
sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan
para ulama (ijma’).[16]
Perayaan ini adalah acara ritual agama lain. Hadiah yang diberikan
sebagai ungkapan cinta, asalnya adalah sesuatu yang baik, namun bila
dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi
Barat, akan mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya hidup
mereka. Sehingga dari sisi inilah pemberian hadiah valentine menjadi
terlarang.
Peringatan dari Komisi Fatwa di Saudi Arabia
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap
Riset Ilmiyyah dan Fatwa, Saudi Arabia) telah menanggapi pertanyaan
seputar ‘Idul Hubb (perayaan Hari Valentine).
Para ulama yang duduk di sana menjawab, “Perayaan hari Valentine
termasuk perayaan yang dikategorikan tasyabuh (meniru-niru) orang kafir
dan termasuk salah satu hari besar dari kaum paganis Kristen.
Karenanya, diharamkan bagi siapapun dari kaum muslimin, yang dia
mengaku beriman kepada Allah dan Hari Akhir, untuk mengambil bagian di
dalamnya, termasuk memberi ucapan selamat (kepada seseorang pada saat
itu). Sebaliknya, wajib baginya untuk menjauhi perayaan tersebut
sebagai bentuk ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya, dan menjaga jarak
dirinya dari kemarahan Allah dan hukuman-Nya.
Begitu pula seorang muslim diharamkan untuk membantu dalam perayaan
ini, atau perayaan lainya yang terlarang, baik membantu dengan makanan,
minuman, jual, beli, produksi, ucapan terima kasih, surat-menyurat,
pengumuman, dan lain lain. Semua ini termasuk bentuk tolong-menolong
dalam dosa dan pelanggaran, serta termasuk maksiat kepada Allah dan
Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى
وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ
إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya.” (QS. Al Maidah: 2).”[17] Demikian cuplikan dari fatwa Al Lajnah Ad Daimah.
Oleh karenanya, tidaklah pantas jika kaum muslimin ikut serta dalam
perayaan ini baik dengan mengucapkan selamat Valentine lewat surat
maupun lainnya, memberi hadiah dan coklat, serta mendukung dengan
menjual berbagai hadiah untuk perayaan tersebut.
Semoga Allah memberi taufik dan memperbaiki keadaan kaum muslimin.
6 komentar
wah,, bener juga tuh gan valentine itu sebenarnya memang bukan budaya orang timur,,
mampir ke blog saya gan www.ayo-baca.com
Setuju sama artikelnya gan ,, mantep
postinan bagus
lengkap banget nih. keren :)
ilmu yang bermanfaat ^^
Jadi pingin kembali ke hari valentine deh :D
bermanfaat nh sob. Lanjutkan kawan
Silahkan Beri Komentar Saudara...