Selamat membaca
Pengetahuan Agama
semoga bermanfaat

Label

Privew

High Blogger or Website Backlink For Indonesia Blogger Purworejo Community

disini kita akan selalu berbagi ilmu kepada sahabat sahabat pembaca sekalian.

Tampilkan postingan dengan label Pengetahuan Agama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pengetahuan Agama. Tampilkan semua postingan

Fatwa Ulama: Puasa Khusus di Bulan Rajab

tidaklah ada hadits yang membicarakan puasa khusus di bulan Rajab selain hadits yang dikeluarkan oleh An Nasa-i dan Abu Daud, hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dari hadits Usamah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidaklah pernah melihatmu berpuasa yang lebih bersemangat dari bulan Sya’ban.” Beliau bersabda, “Bulan Sya’ban adalah waktu saat manusia itu lalai, bulan tersebut terletak antara Rajab dan Ramadhan. Bulan Sya’ban adalah saat amalan diangkat pada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karenanya, aku suka amalanku diangkat sedangkan aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. Ahmad 5: 201, An Nasai dalam Al Mujtaba 4: 201, Ibnu Abi Syaibah (3: 103), Abu Ya’la, Ibnu Zanjawaih, Ibnu Abi ‘Ashim, Al Barudi, Sa’id bin Manshur sebagaimana disebutkan dalam Kanzul ‘Amal 8: 655).

Yang ada hanyalah hadits yang sifatnya umum yang memotivasi untuk melakukan puasa tiga setiap bulannya dan juga dorongan untuk melakukan puasa pada ayyamul bidh yaitu 13, 14, 15 dari bulan hijriyah. Juga dalil yang ada sifatnya umum yang berisi motivasi untuk melakukan puasa pada bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab). Begitu pula ada anjuran puasa pada hari Senin dan Kamis. Puasa Rajab masuk dalam keumuman anjuran puasa tadi. Jika engkau ingin melakukan puasa di bulan Rajab, maka pilihlah hari-hari yang ada dari bulan tersebut. Engkau bisa memilih puasa pada ayyamul bidh atau puasa Senin-Kamis. Jika tidak, maka waktu puasa pun bebas tergantung pilihan. Adapun pengkhususan bulan Rajab dengan puasa pada hari tertentu, kami tidak mengetahui adanya dalil yang mensyari’atkan amalan tersebut.

Hanya Allah yang memberi taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

السؤال : هناك أيام تصام تطوعا في شهر رجب ، فهل تكون في أوله أو وسطه أو آخره؟

جـ:

لم تثبت أحاديث خاصة بفضيلة الصوم في شهر رجب سوى ما أخرجه النسائي وأبو داود وصححه ابن خزيمة من حديث أسامة قال: (( قلت: يا رسول الله، لم أرك تصوم من شهر من الشهور ما تصوم من شعبان، قال: ذلك شهر يغفل عنه الناس بين رجب ورمضان، وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين فأحب أن يرفع عملي وأنا صائم )) [ أحمد (5 / 201)، والنسائي في [المجتبى] (4 / 201)، وابن أبي شيبة (3 / 103)، وأبو يعلى، وابن زنجويه، وابن أبي عاصم، والبارودي، وسعيد بن منصور كما في [كنز العمال] (8 / 655) ]

وإنما وردت أحاديث عامة في الحث على صيام ثلاثة أيام من كل شهر والحث على صوم أيام البيض

من كل شهر وهو الثالث عشر والرابع عشر والخامس عشر والحث على صوم الأشهر الحرم، وصوم يوم الإثنين والخميس، ويدخل رجب في عموم ذلك، فإن كنت حريصا على اختيار أيام من الشهر فاختر أيام البيض الثلاث أو يوم الإثنين والخميس وإلا فالأمر واسع، أما تخصيص أيام من رجب بالصوم فلا نعلم له أصلا في الشرع.

وبالله التوفيق. وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم.

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

الرئيس

عبدالعزيز بن عبدالله بن باز

نائب الرئيس

عبد الرزاق عفيفي

عضو

عبد الله بن عبد الرحمن بن غديان

عضو

عبد الله بن قعود

(( المصدر )) : فتاوى اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء – (ج2/ص50

Yang menandatangani fatwa ini: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz selaku ketua, Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi selaku wakil ketua, Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Ghudayan dan Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud selaku anggota. [Sumber Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, 2: 50].

Keutamaan Bulan Rajab

Keutamaan Bulan Rajab, ia merupakan salah satu dari bulan haram. Di mana bulan haram ini adalah bulan yang dimuliakan. Bulan ini adalah yang dilarang keras melakukan maksiat, serta diperintahkan bagi kita untuk beramal sholih.

Bulan Rajab adalah Bulan Haram

Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadal Akhiroh dan bulan Sya’ban. Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk bulan haram. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)

Ibnu Rajab mengatakan, ”Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal. Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif, 202)

Mengenai empat bulan yang dimaksud disebutkan dalam hadits dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679). Jadi, empat bulan suci tersebut adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.

Apa Maksud Bulan Haram?

Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah berkata, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna:

    Pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
    Pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan itu. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Masiir, tafsir surat At Taubah ayat 36)

Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” Bahkan Ibnu ’Umar, Al Hasan Al Bashri dan Abu Ishaq As Sa’ibi melakukan puasa pada seluruh bulan haram, bukan hanya bulan Rajab atau salah satu dari bulan haram lainnya. Lihat Latho-if Al Ma’arif, 214. Ulama Hambali memakruhkan berpuasa pada bulan Rajab saja, tidak pada bulan haram lainya. Lihat Latho-if Al Ma’arif, 215.

Namun sekali lagi, jika dianjurkan, bukan berarti mesti mengkhususkan puasa atau amalan lainnya di hari-hari tertentu dari bulan Rajab karena menganjurkan seperti ini butuh dalil. Sedangkan tidak ada dalil yang mendukungnya. Lihat bahasan Muslim.Or.Id sebelumnya: Adakah Anjuran Puasa di Bulan Rajab?

Ibnu Rajab Al Hambali berkata, ”Hadits yang membicarakan keutamaan puasa Rajab secara khusus tidaklah shahih dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, begitu pula dari sahabatnya.” (Latho-if Al Ma’arif, 213).

Hati-Hati dengan Maksiat di Bulan Haram

Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207)

Bulan Haram Mana yang Lebih Utama?

Para ulama berselisih pendapat tentang manakah di antara bulan-bulan haram tersebut yang lebih utama. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Rajab, sebagaimana hal ini dikatakan oleh sebagian ulama Syafi’iyah. Namun Imam Nawawi (salah satu ulama besar Syafi’iyah) dan ulama Syafi’iyah lainnya melemahkan pendapat ini. Ada yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Muharram, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri dan pendapat ini dikuatkan oleh Imam Nawawi. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Sa’id bin Jubair dan lainnya, juga dinilai kuat oleh penulis Latho-if Al Ma’arif (hal. 203), yaitu Ibnu Rajab Al Hambali.

Semoga bulan Rajab menjadi ladang bagi kita untuk beramal sholih.

Indahnya Buah Keikhlasan

Di antara buah paling agung dan manfaat paling besar yang diperoleh oleh orang-orang yang ikhlas adalah diharamkan tersentuh api neraka. Di samping keutamaan-keutamaan lain yang Allah janjikan untuk mereka.

Rasulullah ?allallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah mengharamkan sentuhan api neraka kepada orang yang mengucapkan la ilaha illallah dengan ikhlas karena mencari wajah Allah.”

(HR. Bukhari dan Muslim dari Itban ra?iyallahu’anhu)

Faidah ?adi?

Pertama: Orang yang ikhlas/bertauhid akan selamat dari hukuman kekal di dalam neraka, yaitu selama di dalam hatinya masih tersisa iman/tauhid meskipun sekecil biji sawi. Apabila keikhlasan itu sempurna di dalam hatinya, ia akan selamat dari hukuman neraka dan tidak masuk ke dalamnya sama sekali (lihat al-Qaul as-Sadid, hlm. 17).

Kedua: Orang yang mendapatkan keutamaan ini hanyalah orang yang ikhlas dalam mengucapkan kalimat syahadat. Maka, terkecualikan dari keutamaan ini orang-orang munafik, dikarenakan mereka tidak mencari wajah Allah ketika mengucapkannya (lihat at-Tam-hid, hlm. 26).

Ketiga: ?adi? ini mengandung bantahan bagi Murji’ah yang menganggap bahwa ucapan la ilaha illallah itu sudah cukup tanpa harapan mencari wajah Allah (ikhlas). Selain itu, ?adi? ini mengandung bantahan bagi Khawarij dan Mu’tazilah yang beranggapan bahwa pelaku dosa besar kekal di dalam neraka. Padahal, hadits ini menunjukkan para pelaku perbuatan tersebut -yang masih beriman- tidak akan kekal di neraka (lihat al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tau?id [1/46])

Keempat: Orang yang ikhlas akan merasa ringan melakukan berbagai ketaatan -yang pada umumnya terasa memberatkan-, karena orang yang ikhlas senantiasa menyimpan harapan pahala dari Allah. Demikian pula, ia akan merasa ringan dalam meninggalkan maksiat, karena perasaan takut akan hukuman Rabbnya yang tertanam kuat di dalam hatinya (lihat al-Qaul as-Sadid, hlm. 17)

Kelima: Orang yang ikhlas dalam beramal akan bisa mengubah amalannya yang tampak sedikit menjadi banyak pahalanya, sehingga ucapan dan amalannya akan membuahkan pahala yang berlipat ganda (lihat al-Qaul as-Sadid, hlm. 19).

    Syaikh as-Sa’di ra?imahullah mengatakan, “Amal-amal itu sesungguhnya memiliki keutamaan yang bervariasi dan pahala yang berlipat-lipat tergantung pada keimanan dan keikhlasan yang terdapat di dalam hati orang yang melakukannya… ” (lihat Bahjah al-Qulub al-Abrar, hlm. 17).

    Yahya bin Abi Ka?ir ra?imahullah berkata, “Malaikat naik ke langit membawa amal seorang hamba dengan perasaan gembira. Apabila dia telah sampai di hadapan Rabbnya, Allah pun berkata kepadanya, “Letakkan ia di dalam Sijjin [catatan dosa], karena amalan ini tidak ikhlas/murni ditujukan kepada-Ku.” (lihat al-Ikhlas wa an-Niyah, hlm. 45)

Semoga Allah menjadikan kita orang yang ikhlas.
 

Dua Syarat Agar Ibadah Kita diterima Oleh Allah

Segala puji bagi Allāh subḥānahu wa ta’ālā, ṣalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Rasul-Nya, para keluarga, sahabat, dan umatnya yang selalu  istiqamah hingga hari akhir.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah salah seorang ahli tafsir al-Qur’an, berkata :
“Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rosulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 9/205, Muassasah Qurthubah.)
Maka Agar amal ibadah kita tidak sia-sia dan bisa diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, harus mempunyai dua rukun. Yaitu :
1. Harus ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala
Yaitu harus benar-benar murni untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak tercampur dengan syirik dan juga riya’ (ingin di puji manusia), Sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits, Rosulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal perbuatan kecuali yang murni dan hanya mengharap ridho Allah”. (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
2. Harus sesuai dengan tuntunan Nabi kita shallallahu ‘alayhi wa Sallam
Yaitu harus sesuai dengan dalil dari al-Qur’an maupun dari sunnah, berupa ajaran, serta petunjuk dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam, dan tidak melakukan amalan-amalan yang tidak di contohkan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam dan para shahabatnya Radhiallahu ‘anhum. Sebagaimana di dalam hadits :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ“Barang siapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amal itu tertolak”. (HR. Muslim)
Demikianlah dua rukun yang harus kita miliki dan kita lakukan agar semua amal ibadah kita diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga harus terpenuhi kedua-duanya.
Imam Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata :
“Sesungguhnya andaikata suatu amalan itu dilakukan dengan ikhlas namun tidak benar maka amalan itu tidak diterima. Dan andaikata amalan itu dilakukan dengan benar tapi tidak ikhlas, juga tidak diterima, hingga ia melakukannya dengan ikhlas dan juga benar. Ikhlas semata karena Allah, dan benar apabila sesuai dengan tuntunan Nabi ”
(Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, karya Imam Ibnu Rojab Al Hambali)
Wasallallahu Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa sallam walhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin.

Penelitian Ilmiah Menghafal Al Quran melindungi dari Stress


Hasil Penelitian Ilmiah di Universitas al-Imam Muhammad bin Sa’ud al-Islamiyyah membuktikan ketika kadar hafalan al-Qur’an siswa meningkat maka akan meningkat pula kesehatan jiwanya.

Penelitian yang dilakukan oleh Prof. DR. Shalih bin Ibrahim, professor ilmu Kesehatan Jiwa, terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama, para mahasiswa-mahasiswi Universitas Malik abdul Aziz di Jeddah. Jumlah mereka 170 orang. Kelompok kedua, Para mahasiswa-mahasiswi Ma’had al-Imam asy-Syatibi li ad-Dirasah al-Qur’aniyyah, filial Universitas al-Khairiyah Litahfidzil Qur’an al Karim di Jeddah. Jumlah mereka sama, yaitu 170 orang.

“sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” HR. Bukhari

Para mahasiswa yang memiliki hafalan yang bagus memiliki kesehatan jiwa yang jauh lebih tinggi. Ada 70 penelitian umum dan Islam, seluruhnya menguatkan pentingnya dien untuk meningkatkan kesehatan dan ketentraman jiwa.

Sebuah penelitian di di Saudi juga menunjukkan peran al-Qur’an dalam meningkatkan kecerdasan bagi anak-anak sekolah dasar dan Pengaruh positif hafalan al Qur’an bagi kesuksesan akademik para mahasiswa.

Penelitian ini sebagai bukti nyata adanya hubungan antara beragama dengan berbagai fenomena hidup. Di antaranya yang paling urgen adalah menghafal al-Qur’an. Siswa yang memiliki hafalan al-Qur’an memiliki kesehatan jiwa yang lebih baik dibandingkan dengan siswa-siswa yang tidak beragama dengan baik, atau tidak menghafalkan al-Qur’an sedikitpun atau hafalan mereka hanya surat-surat dan ayat-ayat pendek.

Penelitian tersebut berpesan agar menghafalkan al-Qur’an dengan sempurna bagi para siswa-siswi di tingkat universitas, untuk menghasilkan nilai positiv bagi kehidupan dan akademik mereka. Mendorong mereka melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dan hal itu merupakan sarana terpenting untuk memperoleh kesehatan jiwa yang tinggi.

Penelitian itu juga menasihatkan kepada para guru agar meningkatkan standar hafalan bagi murid-murid mereka, walau dijadikan sebagai kegiatan ekstra kurikuler, karena memiliki manfaat dan pengaruh yang bagus untuk kesuksesan belajar dan kesehatan jiwa mereka

sumber : voa-islam.com

... Cowok Keren Versi Islam ... (Khusus Buat Para Cowok)

Bismillah ...Gaya hidup hedonis yang banyak di gaungkan oleh para orang- orang kafir saat ini, sadar nggak sadar udah banyak menyeret kita dalam standar kehidupan ala mereka. Contoh aja nich, mereka banyak menilai derajat manusia berdasarkan penampilan fisik dengan segala aksesorisnya aja.

Kriteria cowok keren salah satunya, adalah kamu yang mampu berpenampilan oke. Atau dalam kata lain, kalau mau di bilang keren kudu wajib berpenampilan modis. Nggak percaya? Lihat aja, iklan produk minyak rambut, fashion, parfum, sepatu, mobil, sampai rokok, selalu disejajarkan dengan julukan cowok keren.

Dan wabah hedonis ini akhirnya merepotkan banget bagi para korbannya. Soalnya, buat mendukung penuh gaya hidup mereka, tentu saja butuh modal gede. Dan akhirnya, bagi para korban yang kantongnya cekak, segala carapun di lakoni, buat memuaskan gaya hidup mereka yang serba mewah.

Padahal pepatah bilang “don’t judge the book by its cover”. Artinya, nggak semua yang kelihatan baik, "dalam"nya juga pasti baik. Punya tampang eye catching, atau setelan esmud, plus potongan rambut dan sepatu klimis abis, belum menjamin kalau "dalam"nya juga bakal seoke yang ditampilkan.

Selain penampilan dan gaya hidup, cowok keren juga para kaum hedonis tunjukkan dengan mereka yang punya fisik yang oke. Standarnya, wajah handsome, no jerawat dengan dagu lancip belah tengah, plus kulit yang terawat. Mereka melakukan semua ini buat menonjolkan sex appeal atau daya tarik seksualnya.

Mau tahu sebabnya? karena para kaum hedonis ini menganggap hubungan pria dan wanita nggak punya nilai lebih selain untuk pemuasan syahwat semata.

Friend, dan tahukah kamu, siapakah para "pengemban dakwah" para kaum hedonis itu saat ini? yups, kebanyakan dari mereka mendapat julukan selebritis yang punya gaya hidup metropolis.

Dan materi "dakwah" mereka adalah untuk menunjukkan kepada kamu semua kalau kemuliaan seseorang hanya dinilai dari penampilan fisik dan gaya hidup. Padahal tahukah kamu friend, itu semua cuma sementara banget dan nggak berarti di hadapan Allah.

Trus emang salah ya kalau punya penampilan keren dan oke? ya jelas nggak lah. Allah juga sangat menyukai keindahan selama masih dalam batasan dan aturan-Nya. Tapi yang perlu kamu ingat, Allah Subhanahu wa Ta’ala . juga tidak melihat kemuliaan seseorang itu dari wajah, pakaian, atau penampilan dengan segala aksesorisnya,tapi dari hati dan ketakwaannya. firman Allah Subhanahu wa Ta’ala .

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS. al-Hujurât [49]: 13)

Jadi keren aja mana cukup, friend. Dahulu aja, para sahabat Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam nggak cuma sekedar keren, tapi juga oke dalam iman. Contohnya Mushab bin Umair. Seorang remaja muslim yang jadi duta pembuka dakwah pertama kalinya di Madinah. Dia dibesarkan di tengah keluarga quraisy terkemuka. Wajahnya tampan, hidupnya mewah, serba kecukupan, dan selalu jadi "the star" di tempat-tempat pertemuan. Maka, nggak salah juga kalau dia akhirnya menjadi buah bibir para gadis-gadis di kota mekah.

Tapi jauh dari semua itu, bakat keren yang dimilikinya bener- bener bertambah setelah dia meninggalkan semua kemewahan itu karena imannya untuk memeluk Islam. Sampai Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam . berkata: “Dahulu saya lihat Mush’ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orangtuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya.”

So, buat kamu para cowok, jangan bangga kalau kamu cuma bisa sekedar tampil keren, tapi nggak sholeh, berilmu, dan bertakwa. Kalau kamu belum bisa menukar segala kesenangan duniawi dengan kemuliaan di hadapan Allah, berarti ke-keren-an kamu masih perlu diragukan alias kurang valid. Karena apa? karena kerennya fisik pasti ada tanggal kadaluarsanya, tapi kerennya iman,akhlak, dan kebaikan itu yang bakal abadi sepanjang masa.

(Subhanallah || Semoga Bermanfaat & Silahkan Di Share )

~※ Kiat Menghalau Penyakit Galau ※~

Bismillahirrahmaanirrahiim..

~※::~.::※::※::~::※~

Sahabat saudaraku fillah.. Sejalan makin pesatnya dinamika kehidupan manusia saat ini,maka bertambah pula berbagai persoalan yang berdampak pada kejiwaan setiap orang.

Bahkan menjadi pemicu munculnya berbagai macam penyakit-penyakit kejiwaan yang bermuara pada kegalauan.Islam adalah agama yang selamat,pembawa pada keselamatan,

Dan ketentraman,memberikan solusi yang tepat untuk menanggulangi penyakit-penyakit kejiwaan dan menghalau berbagai kegalauan yaitu :

※a.Mendekatkan diri pada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan cara Mengingat-Nya melalui Dzikir,

Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :“Maka Ingatlah Kepada-KU,AKU pun ingat kepadamu.Bersykurlah Kepada-KU dan janganlah kalian mengikari Nikmat-KU.”(QS. Al Baqarah : 152).

※b.Menyerahkan segala urusan dan berkomunikasi dengan-Nya melalui Doa,baik disaat lapang maupun disaat sempit.

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu’Bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda :”Barangsiapa yang ingin ALLAH kabulkan permintaannya di waktu sempit,Maka perbanyaklah berdoa di waktu lapang.”(HR. At Tirmidzi dan Al Hakim).

※c.Memahami Pesan-Nya melalui Al Qur’an membacanya,merenungkan,karena siapapun yang membaca Al Qur’an akan tentram jiwanya dan tenang hatinya,bahkan hanya mendengarnya pun orang mendapat rahmat.

※d.Berserah diri secara total Kepada-Nya melalui Shalat. Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :”Sungguh berutung dan selamat orang-orang yang mensucikan jiwanya,Berdzikir kepada Rabbnya dan mendirikan Shalat.”(QS. Al A’la : 14-15).

※e.Selalu puas atas Pemberian-Nya melalui Qana’ah,merasa puas dan menerima dengan senang hati apapun pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Apakah pemberian tersebut sesuai dengan keinginan kita ataupun tidak,dengan satu keyakinan bahwa kenyataan itulah yang terbaik dan paling manfaat bagi kita,

Karena hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Mengetahui,Maha Bijakasana,dan Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya.

"Memang sulit menerima kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan,Namun kita harus belajar dan mencoba menghendaki realitas tersebut dengan Ikhlas melalui Qana’ah,

"Sebab dengan jalan inilah kita senantiasa mendapat ketentraman dan kepuasaan bathin,serta dijauhkan dari keputusaan dan menghalau kegalauan.

※Semoga untaian sederhana diatas manfaat buat kita semua,dan dapat kita amalkan bersama-sama,sehingga kegalauan dan keresahan akan berganti dengan ketentraman jiwa dan hatipun makin tenang..Aamiin Allahuma Aamiin.

※Silakan di Tag/Share,Bantu Tag sahabat-sahabat yang lain. Jazzakumullahu khayran wa Barakallahu fiikum

※SaLam Santun Erat SiLaturrahim & Ukhuwah Fillah※

::: 9 Kata Ajaib

Berperilaku sopan dan ramah merupakan hal positif yang harus diajarkan sejak awal, karena dengan berperilaku sopan, kita akan dihargai dan menghargai setiap orang.

Sebuah ungkapan: "It's your attitude, not your aptitude that determines your altitude." (Posisi seseorang tidak ditentukan oleh kepandaian semata, tetapi sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sosial)

Berikut, 9 kata ajaib yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari:

[1] - Maaf

Memberi maaf dengan sungguh-sungguh memberi arti, bahwa kita menyesal dan tidak ingin mengulanginya. Orang lain akan lebih menghormati setiap orang, jika ia berani minta maaf. Hal ini juga menunjukkan kebesaran hati kita. Yang perlu diperhatikan, minta maaflah dengan sungguh-sungguh, bukan sekedar minta maaf, lalu melakukan kesalahan yang sama berulang kali.

[2] - Tolong

Kata 'tolong' mengandung unsur penghargaan yang lebih dalam. Dengan menggunakan kata ini, orang lain akan lebih senang melakukan sesuatu yang diminta. Dengan kata ini, kita bisa mengajarkan untuk meminta dengan sopan.

[3] - Terima Kasih

Kata 'terima kasih' adalah bentuk penghargaan kita terhadap orang lain atas kebaikan yang mereka berikan kepada kita. Kebaikan itu bisa berupa benda, sikap yang membanggakan, dsb. Dengan kata ini kita dapat menanamkan kepada siapa saja, bahwa ia sangat dicintai.

[4] - Salam

Mengucapkan salam telah diperintahkan oleh agama kita dan telah dicontohkan oleh rasul kita, Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Dengan mengucapkan salam berarti kita telah mendoakan keselamatan dan kesejahteraan orang yang kita beri salam dan begitu juga sebaliknya. Dengan menjawab salam, maka orang tersebut kembali mendoakan kita juga. Salam diucapkan dalam beragam kondisi, seperti saat masuk rumah, bertemu teman di jalan, keluar rumah, akan bertamu, dll.

[5] - Permisi

Meminta izin setiap kali hendak melakukan sesuatu adalah sikap yang menunjukkan rasa hormat. Kata 'permisi' mengkondisikan, bahwa kita tidak bisa melakukan sesuatu seenaknya saja, karena ada orang yang lebih berwenang. Sehingga, akan lebih nyaman bila kita meminta izin terlebih dahulu.

[6] - Silakan

Mengucapkan kata 'silahkan' sama saja memberi kesempatan kepada orang lain untuk melakukan yang mereka minta kepada kita. Artinya, dengan mengatakan kata 'silahkan', kita akan memperbolehkan, atau mengijinkan orang lain melakukan yang mereka minta kepada kita.

[7] - Bisa Dibantu?

Kata ini memberi arti menawarkan diri untuk membantu orang lain. Sifat yang muncul adalah suka menolong dan ringan tangan.

[8] - Bolehkah?

Kata ini mengendung arti meminta izin kepada orang lain untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan. Dengan membiasakan kata ini, berarti kita membiasakan untuk selalu menghargai dan menghormati hak orang lain.

[9] - Dengan Senang Hati

Memberi arti, kita memberikan kesempatan, atau mengizinkan orang lain melakukan sesuatu. Artinya, kita berusaha untuk ikhlas dan menerima mereka dengan perasaan senang. Dengan kata lain, kita membiasakan untuk bersikap tetap senang menerima orang lain, kapanpun dan di manapun.

Silahkan mencoba!

Sumber: Majalah al-umm | edisi 04 Th. I

Larangan Meniup Makanan/Minuman dan Bahayanya

Makan dan minum bagi seorang muslim sebagai sarana untuk menjaga kesehatan badannya supaya bisa manegakkan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karenanya dia berusaha agar makan dan minumnya mendapatkan pahala dari Allah. Caranya, dengan senantiasa menjaga kehalalan makanan dan minumanya serta menjaga adab-adab yang dituntunkan Islam.

Makan dan minum seorang muslim tidak sebatas aktifitas memuaskan nafsu, menghilangkang lapar dan dahaga semata. Karenanya, seorang muslim apabila tidak lapar maka dia tidak makan dan apabila tidak haus, dia tidak minum. Hal ini seperti yang diriwayatkan dari seorang sahabat,

نَحْنُ قَوْمٌ لاَ نَأْكُلُ حَتَّى نَجُوْعَ وَإِذَا أَكَلْنَا لاَ نَشْبَعُ

“Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.“

Dari sini, maka seorang muslim dalam makan dan minumnya senantiasa memperhatikan adab Islam yang telah dicontohkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam agar bernilai ibadah. Dan di antara adabnya adalah tidak bernafas dan meniup minuman. Hal ini didasarkan pada beberapa hadits, di antaranya dari Abu Qatadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika kalian minum maka janganlah bernafas dalam wadah air minumnya.” (HR. Bukhari no. 5630 dan Muslim no. 263)

Dari Ibnu Abbas, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang untuk bernafas atau meniup wadah air minum.” (HR. Al-Tirmidzi no. 1888 dan Abu Dawud no. 3728, dan hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani)

Dan juga hadits Abu Sa'id al-Khudri radliyallah 'anhu, Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang untuk meniup di dalam air minum." (HR. al-Tirmidzi no. 1887 dan beliau menyahihkannya)

Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi mengatakan, “Larangan bernafas dalam wadah air minum adalah termasuk etika karena dikhawatirkan hal tersebut mengotori air minum atau menimbulkan bau yang tidak enak atau dikhawatirkan ada sesuatu dari mulut dan hidung yang jatuh ke dalamnya dan hal-hal semacam itu."

Dalam Zaadul Ma'ad IV/325 Imam Ibnul Qayyim mengatakan, “Terdapat larangan meniup minuman karena hal itu menimbulkan bau yang tidak enak yang berasal dari mulut. Bau tidak enak ini bisa menyebabkan orang tidak mau meminumnya lebih-lebih jika orang yang meniup tadi bau mulutnya sedang berubah. Ringkasnya hal ini disebabkan nafas orang yang meniup itu akan bercampur dengan minuman. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang dua hal sekaligus yaitu mengambil nafas dalam wadah air minum dan meniupnya.

Apa Hikmahnya?

Apa hikmahnya, sering menjadi pertanyaan kita sebelum mengamalkannya. Padahal dalam menyikapi tuntunan Islam hanya sami'na wa atha'na (kami mendengar dan kami taat), tanpa harus terlebih dahulu mengetahui hikmahnya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin al-Khathab sesudah mencium hajar Aswad, "Sesungguhnya aku tahu engkau hanya seonggok batu yang tidak bisa menimpakan madharat dan tidak bisa mendatangkan manfaat. Kalau seandainya aku tidak melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menciummu, pasti aku tidak akan menciummu." (HR. Al-Bukhari no. 1494 dan Muslim no. 2230)

Namun yang jelas bahwa setiap yang disyariatkan dan dituntunkan oleh Islam pasti mendatangkan kebaikan dan setiap yang dilarangnya pasti mendatangkan madharat. Dan apabila seorang muslim mengetahui hikmah dari sebuah syariat, maka dia akan semakin mantap dalam mengamalkannya. Dan apabila belum mampu menyingkapnya, maka keterangan dari Al-Qur'an dan Sunnah sudah mencukupi.

Di antara hikmah larangan meniup minuman yang masih panas adalah karena nanti struktur molekul dalam air akan berubah menjadi zat asam yang membahayakan kesehatan.

Sebagaimana yang diketahui, air memiliki nama ilmiah H20. ini berarti di dalam air terdapat 2 buah atom hidrogen dan satu buah atom oksigen yang mana 2 atom hidrogen tersebut terikat dalam satu buah atom oksigen. Dan apabila kita hembus napas pada minuman, kita akan mengeluarkan karbon dioksida (CO2). Dan apabila karbon dioksida (CO2) bercampur dengan air (H20), akan menjadi senyawa asam karbonat (H2CO3). Zat asam inilah yang berbahaya bila masuk kedalam tubuh kita.

senyawa H2CO3 adalah senyawa asam yang lemah sehingga efek terhadap tubuh memang kurang berpengaruh tapi ada baiknya kalau kita mengurangi masuknya zat asam kedalam tubuh kita karena dapat membahayakan kesehatan. (Dikutip Dari : Apa Aja: Bahaya Meniup Minuman Panas Kerja Sama Dengan blog-apa-aja.blogspot.com)

Dari sini juga semakin jelas hiikmah dari larangan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam agar ketika minum seteguk demi seteguk, jangan langsung satu gelas sambil bernapas di dalam gelas. Hal ini karena ketika kita minum langsung banyak, maka ada kemungkinan kita akan bernapas di dalam gelas, yang akan menyebabkan reaksi kimia seperti di atas.

Sumber: voa-islam. Com

:: Shalat Taubat

Tentang shalat taubat, para ulama menyebutkan adanya shalat tersebut, walaupun penamaannya dengan ‘taubat’ tidak langsung dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dalilnya:

عن أبي يكر الصديق قال: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ يَقُولُ: «مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا، ثُمَّ يَقُومُ فَيَتَطَهَّر – وفي رواية: فيحسن الوضوء – ، ثُمَّ يُصَلِّى – وفي رواية: ركعتين –، ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّه؛َ إِلاَّ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ»، ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ {وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ}، رواه الترمذي وأبو داود وابن ماجه وغيرهم.

Dari Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Tidaklah seorang (muslim) melakukan suatu perbuatan dosa, lalu dia bersuci –dalam riwayat lain: ‘Berwudhu dengan baik.’–, kemudian melaksanakan shalat –dalam riwayat lain: ‘Dua rakaat.’–, lalu, meminta ampun kepada Allah, kecuali Allah akan mengampuni (dosa)nya.”

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat ini, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji, atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui.” [QS. Ali ‘Imraan:135]

[HR At Tirmidzi (no. 406 dan 3006), Abu Dawud (no. 1521), Ibnu Majah (no. 1395) dan Ahmad (1/8 dan 10), dinyatakan hasan oleh Imam At Tirmidzi rahimahullah, Ibnu Hajar rahimahullah dalam ‘Fathul Baari’ (11/98) dan Syaikh Al Albani rahimahullah, serta dinyatakan shahih oleh Imam Ibnu Hibban rahimahullah (no. 623) dan Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah]

------

Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan shalat dua rakaat, ketika seorang bertaubat dari perbuatan dosa dan janji pengampunan dosa dari Allah Ta’ala bagi yang melakukan shalat tersebut. [Lihat keterangan Imam Ibnu Hibban rahimahullah dalam Kitab ‘Shahih Ibni Hibban’ (2/389)]

Beberapa faidah penting yang dapat kita petik dari hadits ini:

1. Agungnya rahmat dan kasih sayang Allah ‘Azza wa Jalla kepada hamba-hamba-Nya, karena Dia mensyariatkan bagi mereka cara untuk membersihkan diri dari buruknya perbuatan dosa yang telah mereka lakukan.

2. Wajib bagi seorang muslim untuk selalu bertakwa kepada Allah Ta’ala, merasakan pengawasan-Nya dan berusaha untuk menghindari perbuatan maksiat semaksimal mungkin. Kalau dia terjerumus ke dalam dosa, maka hendaknya dia segera bertaubat dan kembali kepada Allah Ta’ala. [Lihat kitab ‘Bugyatul mutathawwi’’ (hal. 93)]

Agar Dia mengampuni dosanya, sebagaimana janji-Nya dalam firman-Nya:

إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ، وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [QS. An Nisaa’: 17]

3. Yang dimaksud dengan ‘meminta ampun kepada Allah Ta’ala’ dalam hadits ini adalah bertaubat dengan sungguh-sungguh yang disertai sikap penyesalan atas perbuatan tersebut, menjauhkan diri dari dosa tersebut dengan meninggalkan sebab-sebabnya, serta tekad yang bulat untuk tidak mengulanginya selamanya dan jika dosa tersebut berhubungan dengan hak orang lain, maka segera dia menyelesaikannya. [Lihat Kitab ‘Tuhfatul Ahwadzi’ (2/368)]

4. Imam Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Meminta ampun kepada Allah Ta’ala (hanya) dengan lisan, tapi masih tetap mengerjakan dosa (dengan anggota badan) adalah seperti bermain-main (dalam bertaubat).” [Kitab ‘Fathul Barii’ (11/99)]

5. Sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya orang yang beriman memandang dosanya seperti dia sedang berada di bawah sebuah gunung (besar) yang dia takut gunung tersebut akan menimpa (dan membinasakan)nya, sedangkan orang yang fajir (rusak imannya) memandang dosanya seperti seekor lalat yang lewat di (depan) hidungnya kemudian dihalaunya dengan tangannya (dinggapnya remeh dan kecil).”[ HSR Al Bukhari (no. 5949)]

------

Juga sebuah hadits:

Dari Ali radhiallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah seseorang melakukan perbuatan dosa, lalu dia bangun dan bersuci, kemudian mengerjakan shalat dan setelah itu memohon ampunan kepada Allah, melainkan Allah akan memberikan ampunan kepadanya.” [HR. At Tirmizi, Abu Dawud dan Ibnu Majah, serta dishahihkan oleh Asy Syaikh Albani dalam Shahih Sunan At Tirmizi (I/128)]

Hadits di atas dijadikan dalil oleh para ulama akan adanya shalat sunnah taubat, sebagaimana yang disebutkan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Umar Bazmul dalam kitabnya Bughyatul Muthathawwi’ fie Shalat At Tatawwu’.

Dan hadits ini juga didukung oleh keumuman firman Allah Ta’ala, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji, atau menganiaya diri mereka sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”[QS. Ali Imran: 135]

------

Adapun syarat diterimanya taubat, maka Asy Syaikh Abdul Aziz Ar Rajihi hafizhahullah menyebutkan ada delapan, yaitu:

1. Taubatnya harus ikhlash, hanya mengharapkan dengannya wajah Allah. Taubatnya bukan karena riya, bukan pula karena sum’ah (keinginan untuk didengar) dan bukan pula karena dunia.

2. Berlepas diri dari maksiat tersebut.

3. Menyesali dosa yang telah dia kerjakan tersebut.

4. Bertekad untuk tidak mengulangi maksiat tersebut.

5. Mengembalikan apa yang kita dhalimi kepada pemiliknya, kalau kedhalimannya berupa darah, atau harta, atau kehormatan.

Kami katakan: “Maksudnya, kalau kita mendhalimi seseorang pada darahnya, harta, atau kehormatannya, maka kita wajib untuk meminta maaf kepadanya dan meminta kehalalan darinya atas kedhaliman kita.”

6. Bertaubat sebelum ruh sampai ke tenggorokan (sakratul maut).

7. Siksaan belum turun menimpa dirinya.

8. Matahari belum terbit dari sebelah barat.

[Fawaid Ammah 5 dari www.shrijhi.com]


Tata Cara Shalat Taubat:

1. Berwudhu dengan sempurna (sesuai sunah).
2. Shalat dua rakaat, sebagaimana shalat yang lainnya, sama persis.
3. Tidak ada bacaan khusus ketika shalat. Bacaannya sama dengan shalat yang lain.
4. Berusaha khusyuk dalam shalatnya, karena teringat dengan dosa yang baru saja dia lakukan.
5. Beristigfar dan memohon ampun kepada Allah setelah shalat.
6. Tidak ada bacaan istigfar khusus untuk shalat taubat. Bacaan istigfarnya sama dengan bacaan istigfar lainnya.
7. Inti dari shalat taubat adalah memohon ampun kepada Allah, dengan menyesali perbuatan dosa yang telah dia lakukan dan bertekad untuk tidak mengulanginya.

HAL2 YG PERLU DIPERHATIKAN SEBELUM MEMINTA BANTUAN ORANG LAIN

Ada beberapa hal yang perlu diingat dan diperhatikan ketika kita meminta bantuan kepada orang lain untuk menjaga hubungan baik kita dengan saudara muslim lainnya.

Waktu.

Apakah kita akan menyita banyak waktunya atau tidak. Kalau ya, akan lebih baik kita berusaha sendiri, atau kalau perlu membalas dengan kebaikan yang lebih besar lagi. Karena waktu merupakan harta yang tidak dapat dikembalikan kepada seseorang. Dan setiap orang diperintahkan untuk memanfaatkan waktu yang dimilikinya dengan sebaik-baiknya.

Kondisi

Bagaimana keadaan orang yang dimintai bantuan. Apakah lebih sibuk dari kita. Kalau seperti ini keadaannya, maka kita perlu mencari orang lain atau lebih baik lagi berusaha sendiri. Apalagi jika ternyata orang tersebut sedang sakit atau terkena musibah. Maka menjadi giliran kita untuk memberi bantuan padanya.

Kontinuitas

Meminta bantuan sekali-kali memang masih membuat orang yang dimintai bantuan tersenyum atau melakukannya dengan senang hati. Akan tetapi kalau berlangsung terus menerus, setiap hari, atau bahkan menjadi rutinitas si pemberi bantuan, ini mesti dihindari. Hal ini bisa menyebabkan sesuatu yang menjadi ladang kebaikan bagi si pemberi bantuan, malah menjadi sebuah kedzoliman untuknya. Sudah dimintai bantuan, didzolimi pula. Duh, siapa yang senang kalau keadaannya seperti ini. Padahal seorang muslim dilarang untuk mendzolimi saudaranya.

Empati

Inilah yang perlu diperbesar dan dilatih dari diri kita. Ketika kita memperbesar rasa empati kita, maka kita dapat memperkirakan, bagaimana jika kita dalam posisi yang dimintai bantuan. Kalau kemudian kamu membela diri, “Ah, kalau aku diminta, kalau aku bisa ya aku lakuin kok!”. Nah, kalimat seperti ini sebenarnya telah menunjukkan rasa empati yang kurang. Masalahnya, kalau kita yang terus meminta tolong, bagaimana kita bisa berempati.

“Tolong menolong” merupakan kata yang menunjukkan adanya dua orang yang melakukan pekerjaan “saling” menolong. Jangan menjadikan ayat atau hadits tentang berbuat kebaikan sebagai pembenaran bagi kita untuk terus menerus membuat beban bagi orang lain dengan mengatakan, “Kamu kan jadi tambah pahala!”. Bagaimana jadinya kalau tidak ada yang ingin dekat-dekat dengan kita karena takut akan terus menerus dimintai tolong. Kalau sudah begitu, siapa juga yang rugi.

Sangat Paham Ilmu Dunia, Tidak Paham Ilmu Agama

Entah kekhawatiran apa yang membayangi manusia sehingga mereka lebih mementingkan ilmu dunia dari pada ilmu dien, padahal Allah subhanahu wata’ala berfirman:

يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai” (QS. Ar Rum: 7)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Umumnya manusia tidak memiliki ilmu melainkan ilmu duniawi. Memang mereka maju dalam bidang usaha, akan tetapi hati mereka tertutup, tidak bisa mempelajari ilmu dienul islam untuk kebahagiaan akhirat mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/428)

*** Luasnya Makna Ibadah ***

Ternyata ibadah tidak terbatas pada ritual shalat, puasa, zakat, dan haji saja. Namun lebih luas dari itu...

Sudahkah Anda mengetahui apa itu ibadah?

سئل الشيخ الإمام العلامة محي السنة ومميت البدعة أبو العباس أحمد بن تيمية رضي الله عنه وأرضاه ، عن : قوله عز وجل : { يا أيها الناس اعبدوا ربكم } ، فما العبادة وفروعها ؟ وهل مجموع الدين داخل في العبادة أم لا ؟ وما حقيقة العبودية ؟ وهل هي أعلى المقامات ، أم فوقها من المقامات ؟ وليبسط لنا القول في ذلك :


Penghidup Sunnah dan pemadam bid’ah, Al-Imam Al-‘Allamah Asy-Syaikh Abu Al-‘Abbas Ahmad bin Taimiyyah –radhiyallahu ‘anhu wa ardhah-, ditanya tentang firman Allah ‘Azza wa Jalla:

{ يا أيها الناس اعبدوا ربكم }

“Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian.”

Apakah itu ibadah dan cabangnya? Apakah selutuh ajaran agama termasuk ibadah atau tidak? Dan apakah hakekat penghambaan itu? Apakah ia ibadah itu maqam tertinggi itu? Ataukah di atasnya berupa maqam? Mohon dijelaskan pada kami tentang topik itu.

فأجاب رضي الله عنه : العبادة هى اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والاعمال الباطنة والظاهرة


Maka beliau –radhiyallahu ‘anhu- menjawab: Ibadah adalah sebuah ungkapan yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah berupa ucapan dan perbuatan, baik yang lahir maupun yang batin.



فالصلاة والزكاة والصيام والحج وصدق الحديث وأداء الامانة وبر الوالدين وصلة الأرحام والوفاء بالعهود والامر بالمعروف والنهى عن المنكر والجهاد للكفار والمنافقين والاحسان الى الجار واليتيم والمسكين وابن السبيل والمملوك من الآدميين والبهائم والدعاء والذكر والقراءة وامثال ذلك من العبادة وكذلك حب الله ورسوله وخشية الله والانابة إليه واخلاص الدين له والصبر لحكمه والشكر لنعمه والرضا بقضائه والتوكل عليه والرجاء لرحمته والخوف لعذابه وامثال ذلك هى من العبادة لله.

Maka shalat, zakat, puasa, haji, berkata jujur dan benar, menunaikan amanah, berbakti pada kedua orangtua, menyambung silaturahmi, menepati janji, amar makruf nahi munkar, menjihadi orang-orang kafir dan munafik, bersikap baik pada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, budak manusia, dan hewan, berdoa, berdzikir, membaca Al-Quran, dan semacamnya berupa ibadah. Demikian juga mencintai Allah dan Rasul-Nya, khasyyah pada Allah, berinabah pada-Nya, ikhlas dalam beragama, bersabar, mensyukuri nikmat, ridha terhadap ketetapan-Nya, bertawakal pada-Nya, raja’ pada rahmat-nya, khauf terhadap siksanya, dan semacamnya berupa ibadah pada Allah.


وذلك ان العبادة لله هى الغاية المحبوبة له والمرضية له التى خلق الخلق لها كما قال تعالى {وما خلقت الجن والانس إلا ليعبدون} وبها ارسل جميع الرسل كما قال نوح لقومه {اعبدوا الله مالكم من إله غيره} وكذلك قال هود وصالح وشعيب وغيرهم لقوههم.

Yang demikian itu karena beribadah pada Allah merupakan puncak yang dicintai dan diridhai-Nya yang karenanya Allah menciptakan makhluk, sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah-Ku.” Dan karenanya seluruh rasul diutus, berdasarkan ucapan Nuh pada kaumnya, “Sembahlah Allah. Kalian tidak memiliki tuhan selain-Nya.” Begitu juga perkataan Hud, Shalih, Syu’aib, dan selain mereka kepada kaumnya.


وقال تعالى {ولقد بعثنا فى كل امة رسولا ان اعبدوا الله اجتنبوا الطاغوت فمنهم من هدى الله ومنهم من حقت عليه الضلالة} وقال تعالى {وما ارسلنا من قبلك من رسول الا نوحى اليه انه لا اله الا انا فاعبدون} وقال تعالى {وان هذه امتكم امة واحدة وانا ربكم فاعبدون} كما قال فى الآية الاخرى {يا ايها الرسل كلوا من الطيبات واعملوا صالحا انى بما تعملون عليم وجعل ذلك لازما لرسوله الى الموت قال واعبد ربك حتى يأيتك اليقين}.

Allah berfirman, “Sungguh Kami telah mengutus seorang rasul pada setiap umat agar mereka menyerukan, ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.’ Ada di antara mereka (baca; kaum) yang Allah beri hidayah dan ada di antara mereka yang ditetapkan sesat.”

Allah berfirman, “Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul sebelum kamu, kecuali Kami wahyukan padanya, ‘Bahwasannya tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Aku. Maka sembahlah Aku!”


Allah berfirman, “Dan sesungguhnya ini adalah umat yang satu dan Aku adalah Rabb kalian, maka sembahlah Aku!”

Sebagaimana yang Allah firmankan di ayat lain, “Wahai para rasul, makanlah dari yang baik-baik dan berbuatlah kebajikan. Sesungguhnya Aku Mahamengetahui apa yang kalian lakukan.”


Allah menjadikan yang demikian itu lazim untuk rasul-Nya sampai wafat. Allah berfirman, “Sembahlah Rabb-mu sampai kematian mendatangimu.”



[Al-‘Ubudiyyah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah-]

5 NASEHAT ULAMA KETIKA MARAH

Ulama telah menjelaskan berbagai cara menyembuhkan penyakit marah yang tercela yang ada pada seorang hamba, yaitu :


1. Berdoa kepada Allah, yang membimbing dan menunjuki hamba-hambaNya ke jalan yang lurus dan menghilangkan sifat-sifat jelek dan hina dari diri manusia. Allah ta’alah berfirman : “ Berdoalah kalian kepadaku niscaya akan aku kabulkan.” (Ghafir: 60)


2. Terus-menerus berdzikir pada Allah seperti membaca Al-Quran, bertasbih, bertahlil, dan istigfar, karena Allah telah menjelaskan bahwa hati manusia akan tenang dan tenteram dengan mengingat Allah. Allah berfirman : “Ingatlah dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” ( Ar-Ra’d : 28)


3. Mengingat nash-nash yang menganjurkan untuk menahan marah dan balasan bagi orang-orang yang mampu manahan amarahnya sebagaimana sabda nabi shalallahu ‘alaihi wasallam : “ Barangsiapa yang menahan amarahnya sedangkan ia sanggup untuk melampiaskannya, (kelak di hari kiamat) Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluq-Nya hingga menyuruhnya memilih salah satu dari bidadari surga, dan menikahkannya dengan hamba tersebut sesuai dengan kemaunnya “ (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat shahihul jami’ No. 6398).


4. Merubah posisi ketika marah, seperti jika ia marah dalam keadaan berdiri maka hendaklah ia duduk, dan jikalau ia sedang duduk maka hendaklah ia berbaring, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam :

“ Apabila salah seorang diantara kalian marah sedangkan ia dalam posisi berdiri, maka hendaklah ia duduk. Kalau telah reda/hilang marahnya (maka cukup dengan duduk saja), dan jika belum hendaklah ia berbaring.” (Al-Misykat 5114).


5. Berlindung dari setan dan menghindar dari sebab-sebab yang akan membangkitkan kemarahannya.


Demikianlah jalan keluar untuk selamat dari marah yang tercela. Dan betapa indahnya perilaku seorang muslim jika dihiasi dengan kelemahlembutan dan kasih sayang, karena tidaklah kelemahlembutan berada pada suatu perkara melainkan akan membuatnya indah. Sebaliknya bila kebengisan dan kemarahan ada pada suatu urusan niscaya akan menjelekkannya. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda : “ Tidaklah kelemahlembutan itu berada pada sesuatu kecuali akan membuatnya indah, dan tidaklah kelembutan itu dicabut kecuali akan menjadikannya jelek.” (HR. Muslim).

Lihatlah Diri Kita

“Dan pada diri-diri kalian (terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya) tidakkah kalian melihat.” [Q.S. Adz Dzariat:21].

 
Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan kita untuk berfikir dan merenungi tentang penciptaan manusia. Sebuah karya besar yang menunjukan Maha Luas-Nya kekuasaan Allah, ilmu, dan pengaturan-Nya. Allah berfirman,

“Maka hendaknya manusia melihat dari apa ia diciptakan.”  [Q.S. Ath Thariq:5]. Dalam ayat yang lain Allah berfirman,

 “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (nuthfah)(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah (‘alaqah), lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging (mudhghah), dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” [Q.S. Al Mukminun:12-14].

Ayat semakna sangat banyak dalam Al Quran. Allah mengajak untuk melihat dan memikirkan awal proses penciptaan manusia, fase demi fase perubahan penciptaan, dan akhir penciptaan. Karena diri dan penciptaannya termasuk ayat terbesar yang menunjukkan keagungan Penciptanya. Selain itu, hal ini adalah ayat yang paling dekat dengan seseorang, yang disanabanyak terdapat perkara yang menakjubkan. Umur seseorang tidak akan cukup untuk menggali keajaiban sebagiannya. Ironisnya, banyak orang yang lalai darinya, tidak mau berfikir dan merenunginya. Seandainya seseorang mau memikirkan, mengetahui keajaibannya tentu akan jauh dari kekufuran terhadap Penciptanya.

 “Binasalah manusia; Alangkah sangat kekafirannya. dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya. Kemudian Dia memudahkan jalannya. Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur, kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembal.” [Q.S. ‘Abasa:17-22].

Allah tidaklah mengulah-ulang ayat semacam ini pada pendengaran dan akal kita untuk sekedar kita mendengar lafal nutfah, ‘alaqah, dan mudhghah. Tidak pula sekedar supaya kita fasih mengucapkannya saja atau mengenalnya. Tetapi maksudnya adalah untuk sesuatu di balik itu semua.

Marilah kita perhatikan, setetes mani hanyalah air yang hina, lemah, dan dianggap jijik. Seandainya dibiarkan beberapa saat saja, mani itu akan segera rusak dan busuk. Bayangkan, bagaimana Allah mengeluarkannya antara tulang sulbi dan tulang dada. Air ini begitu patuh terhadap perintah Rabbnya, melalui jalan- jalan yang begitu sempit, sampai Allah menyampaikannya pada tempatnya.

Lihatlah pula, bagaimana Allah mempertemukan antara laki-laki dan perempuan. Allah kaitkan rasa saling cinta antara keduanya. Bagaimana pula Allah menuntun keduanya melalui rangkaian kasih sayang dan syahwat sebagai sebab penciptaan anak. Kemudian Allah mentakdirkan pertemuan dua air mani, padahal sebelumnya kedua air tersebut saling berjauhan, masing-masing Allah keluarkan dari urat-urat dan bagian tubuh yang paling dalam. Allah mengumpulkan dua air tersebut dalam satu tempat yang kokoh. Aman dari udara luar yang bisa mematikan, atau hal lain yang mengganggu dan merusaknya.

Allah pun merubah setetes air yang keruh lagi hina tersebut menjadi segumpal darah berwarna merah kehitaman, kemudian setelahnya menjadi segumpal daging yang wujudnya berbeda dengan sebelumnya. Perhatikanlah fase-fase ini, dari yang mulanya berupa setetes air, lalu perubahan kedua dan seterusnya. Seandainya jin dan manusia berkoalisi untuk menciptakan pendengaran, penglihatan, akal, ilmu, ruh, satu tulang atau satu urat yang paling kecil atau bahkan sehelai rambut saja, mereka tidak akan mampu.

Ini semua adalah sebagian kecil dari ciptaan Allah. Dialah Yang membaguskan segala ciptaan-Nya dari setetes air yang hina. Seandainya ciptaan Allah dari setetes air yang hina sedemikian luar biasa, lalu bagaimana dengan langit dengan ketinggian dan keluasannya. Allahu a’lam.

sumber

Perluasan Terbesar dalam Sejarah Masjidil Haram

– Pelayan Dua Tanah Suci (Khodimul Haramain) Raja Abdullah tiba di Mekah pada Rabu malam (17/8) untuk menghabiskan Ramadhan di sekitar MasjidilHaram, dan ia juga meletakkan batu pondasi perluasan Masjidil Haram terbesar yang pernah ada sepanjang sejarah.

Ia menemui Gubernur Mekah Pangeran Kholid Al Faisol, Kepala Mahkamah Tertinggi Salih Al Humaid, dan Kepala Pengurus Dua Masjid Suci. 
Muhammad Al Khozaim, Wakil Kepala dari Pengurus Dua Masjid Suci mengatakan bahwa perluasan akan dimulai oleh Raja Abdullah pada Jum’at (19/8), yang akan meningkatkan kapasitas Masjidil Haram menjadi 1,2 juta jamaah. Proyek baru ini menambah areal masjid seluas 400.000 meter2 kearah barat laut dan timur laut masjid. Biaya  perluasan ini berkisar 40 milyar riyal Saudi (sekitar 100 trilyun rupiah).

Raja Abdullah memerintahkan perluasan ini sebagai upaya memenuhi kebutuhan semakin meningkAtnya jumlah jamaah haji yang datang dari segala penjuru dunia. Selama bulan Ramadhan, ribuan jamaah memenuhi areal masjid dan jalan-jalan di sekitarnya untuk meLaksanakan sholat tarawih dan qiyamul lail.

Al Khozaim juga menjelaskan rencana untuk memperluas mataf (daerah thowaf di sekitar Ka’bah) dan memasang pendingin udara di semua area masjid

Abdullah Al Asheikh, Kepala Dewan Syuro, mengatakan perluasan ini akan membawa perubahan baru di Masjidil Haram. Ia memuji langkah Raja tersebut, yang akan menambah simpati dunia pada kerajaan.

Al-Asheikh menjelaskan bahwa Hotel King Abdul Aziz Residential Towers merupakan penyumbang terbesar dalam proyek perluasan Masjidil Haram. Ia juga menambahkan bahwa Raja juga berkeinginan untuk memperluas mas’aa (jalur antara bukit Shofa dan Marwa), sehingga kapasitasnya bisa bertambah dari 44.000 menjadi 118.000 jamaah haji per jamnya.

Pejabat senior Pengurus Dua Masjid Suci menjelaskan, jika proyek ini sudah selesai, Masjidil Harom akan bisa menampung lebih dari 2 juta jamaah. Ia juga menambahkan, bahwa proyek ini terdiri dari tiga tahap : pembangunan gedung baru, perluasan dan lapangan di sekeliling masjid, termasuk jalan, terowongan,d an toilet; dan pengembangan layanan fasilitas AC, listrik, dan air minum.

Perluasan bermula dari Jalan Masjidil Haram di timur, hingga Jalan Khalid bin Walid di barat. Perluasan itu mencakup Jalan Muddae, Jalan Abusufyan, Jalan Raquba dan Jalan Abdullah bin Zubair di Shamiya

Proyek lain yang dicanangkan oleh Raja termasuk Menara Jam Mekah, sebagai yang terbesar di dunia; perluasan mas’aa (jalur antara bukit Shofa dan Marwaa); Hotel King Abdul Azis Residential Towers, pembangunan kompleks jembatan Jumroh di Mina, dan jalur rel kereta api Mashair yang menghubungkan Mina, Arafat, dan Muzdalifa.

Semut yang Ajaib

Pernahkan kita mendengar tentang kata An-Naml? Ya, An-Naml adalah salah satu namasurat dalam Al Quran yang berarti semut. Ternyata, semut memiliki segudang keistimewaan yang membuat mata kita terbelalak karena takjub dengannya.

Coba kita perhatikan baik-baik tentang hewan lemah yang satu ini, dengan kelemahannya dibanding hewan yang lain, ia memiliki kecerdasan dan kecakapan yang tinggi dalam mencari makanan untuk kehidupan sehari-hari. Satu komunitas semut jika ingin mengumpulkan makanan, mereka keluar dari sarangnya secara serempak. Ketika ada yang mendapatkan makanan, yang pertama kali dilakukan adalah membuat jalan yang menghubungkan antara makanan tersebut dengan sarangnya. Lalu dengan segera mereka berusaha untuk memindahkan makanan tersebut ke sarang. Dalam usaha memindah makanan tersebut semut membagi tugas menjadi dua bagian. Satu  berusaha untuk memindahkan makanan ke sarang, yang lainnya menyambut untuk kemudian dibawa masuk dan disimpan ke gudang penyimpanan makanan. Uniknya masing-masing semut tidak saling bercampur tugasnya, mereka melakukannya secara teratur.


Apabila makanan yang ditemukan sangat besar, maka para semut bergotong royong untuk membawanya. Hal ini tak ubahnya seperti manusia yang bergotong royong untuk mengangkat sesuatu yang besar lagi berat. Jadi, semut memiliki insting tolong menolong dan bergotong royong untuk mendapatkan kebaikan bagi mereka.

Adasuatu kisah menarik dari Ibnul Qayyim v tentang semut ini. Dahulu, ada seseorang yang berkisah bahwa suatu saat ia melihat seekor semut sedang mencari makanan. Orang ini pun meletakkan makanan untuk semut tersebut, makanan yang sangat besar. Ketika mendapatkannya, semut ini pun berusaha mengangkatnya namun tidak mampu. Sejenak ia pergi untuk memanggil teman-temannya. Lalu, datanglah semut tersebut dengan sekelompok pasukan semut. Orang ini pun mengangkat makanan tersebut. Mulailah sekelompok semut itu berkeliling untuk mencari makanan tadi, namun mereka tidak mendapatkannya. Pulanglah mereka ke sarangnya tanpa membawa apa-apa. Selang beberapa saat semut itu pun datang kembali ke tempat tersebut untuk mencari makanan. Lalu orang ini meletakkan makanan itu ke tempatnya kembali. Kembali semut itu pun menemukannya dan berusaha mengangkatnya namun tak mampu. Ia pun pulang untuk memanggil teman-temannya. Datanglah kembali rombongan tadi dengan bersemangat untuk mendapatkan makanan yang sangat besar. Namun, lagi-lagi orang ini pun mengangkat makanan tersebut sehingga mereka pulang tanpa membawa apapun. Kejadian ini berulang ketiga kalinya, maka setelah hal ini berulang tiga kali, dan mereka tidak mendapatkan hasil sedikit pun, akhirnya sekelompok semut ini membuat lingkaran dan bersama-sama mengelilingi si semut. Kemudian mereka bersama-sama mengangkat semut tadi dan memotong- motong tubuhnya menjadi beberapa bagian.

Kecerdikan semut yang lain adalah apabila mereka ingin menyimpan biji-bijian sebagai makanan, mereka membelah biji tersebut supaya tidak tumbuh menjadi tanaman. Kalau biji tersebut termasuk biji yang berkeping dua maka mereka potong menjadi empat bagian. Setelah dalam gudang penyimpanan makanan pun biji-bijian tersebut dirawat supaya tetap awet. Tatkala biji tersebut basah atau lembab, mereka mengeluarkan biji-bijian tersebut untuk dijemur dibawah terik matahari agar tidak membusuk, lalu memasukkannya kembali setelah kering. Oleh sebab itulah kita terkadang melihat ada biji-bijian yang terpotong-potong berserakan di sekitar lubang semut lalu dalam waktu sekejap biji-biji itu menghilang kembali.

Demikianlah sekilas mengenai keajaiban semut, tentulah masih banyak keajaiban yang lain yang mengagumkan untuk dibahas. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

Meraih Ketenangan Hati yang Hakiki

Seiring dengan makin jauhnya zaman dari masa kenabian shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka semakin banyak pula kesesatan dan bid’ah yang tersebar di tengah kaum muslimin[1], sehingga indahnya sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kebenaran makin asing dalam pandangan mereka. Bahkan lebih dari pada itu, mereka menganggap perbuatan-perbuatan bid’ah yang telah tersebar sebagai kebenaran yang tidak boleh ditinggalkan, dan sebaliknya jika ada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dihidupkan dan diamalkan kembali, mereka akan mengingkarinya dan memandangnya sebagai perbuatan buruk.

Sahabat yang mulia, Hudzaifah bin al-Yaman rahdiyallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh perbuatan-perbuatan bid’ah akan bermunculan (di akhir zaman) sehingga kebenaran (sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak lagi terlihat kecuali (sangat sedikit) seperti cahaya yang (tampak) dari celah kedua batu (yang sempit) ini. Demi Allah, sungguh perbuatan-perbuatan bid’ah akan tersebar (di tengah kaum muslimin), sampai-sampai jika sebagian dari perbuatan bid’ah tersebut ditinggalkan, orang-orang akan mengatakan: sunnah (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) telah ditinggalkan!”[2].

Keadaan ini semakin diperparah kerusakannya dengan keberadaan para tokoh penyeru bid’ah dan kesesatan, yang untuk mempromosikan dagangan bid’ah, mereka tidak segan-segan memberikan iming-iming janji keutamaan dan pahala besar bagi orang-orang yang mengamalkan ajaran bid’ah tersebut.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau pada saat ini tidak sedikit kaum muslimin yang terpengaruh dengan propaganda tersebut, sehingga banyak di antara mereka yang lebih giat dan semangat mengamalkan berbagai bentuk zikir, wirid maupun shalawat bid’ah yang diajarkan para tokoh tersebut daripada mempelajari dan mengerjakan amalan yang bersumber dari petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum.

Tentu saja ini termasuk tipu daya setan untuk memalingkan manusia dari jalan Allah Ta’ala yang lurus. Allah Ta’ala berfirman,

{وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا}

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari kalangan) manusia dan (dari kalangan) jin, yang mereka satu sama lain saling membisikkan perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” (QS al-An’aam:112).

Bahkan setan berusaha menghiasi perbuatan-perbuatan bid’ah dan sesat tersebut sehingga terlihat indah dan baik di mata manusia, dengan mengesankan bahwa dengan mengerjakan amalan bid’ah tersebut hati menjadi tenang dan semua kesusahan yang dihadapi akan teratasi (??!!). Pernyataan-pernyataan seperti ini sangat sering terdengar dari para pengikut ajaran-ajaran bid’ah tersebut, sebagai bukti kuatnya cengkraman tipu daya setan dalam diri mereka. Allah Ta’ala berfirman,

{أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ}

“Apakah orang yang dihiasi perbuatannya yang buruk (oleh setan) lalu ia menganggap perbuatannya itu baik, (sama dengan dengan orang yang tidak diperdaya setan?), maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (QS Faathir:8).

Sumber Ketenangan dan Penghilang Kesusahan yang Hakiki

Setiap orang yang beriman kepada Allah Ta’ala wajib meyakini bahwa sumber ketenangan jiwa dan ketentraman hati yang hakiki adalah dengan berzikir kepada kepada Allah Ta’ala, membaca al-Qur’an, berdoa kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya yang maha Indah, dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

{الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ}

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS ar-Ra’du:28).

Artinya: dengan berzikir kepada Allah Ta’ala segala kegalauan dan kegundahan dalam hati mereka akan hilang dan berganti dengan kegembiraan dan kesenangan[3].

Bahkan tidak ada sesuatupun yang lebih besar mendatangkan ketentraman dan kebahagiaan bagi hati manusia melebihi berzikir kepada Allah Ta’ala[4].

Salah seorang ulama salaf berkata, “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini”. Maka ada yang bertanya, “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia ini?” Ulama ini menjawab, “Cinta kepada Allah, merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya”[5].

Inilah makna ucapan yang masyhur dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah – semoga Allah Ta’ala merahmatinya – , “Sesungguhnya di dunia ini ada jannnah (surga), barangsiapa yang belum masuk ke dalam surga di dunia ini maka dia tidak akan masuk ke dalam surga di akhirat nanti”[6].

Makna “surga di dunia” dalam ucapan beliau ini adalah kecintaan (yang utuh) dan ma’rifah (pengetahuan yang sempurna) kepada Allah Ta’ala (dengan memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya dengan cara baik dan benar) serta selalu berzikir kepada-Nya, yang dibarengi dengan perasaan tenang dan damai (ketika mendekatkan diri) kepada-Nya, serta selalu mentauhidkan (mengesakan)-Nya dalam kecintaan, rasa takut, berharap, bertawakkal (berserah diri) dan bermuamalah, dengan menjadikan (kecintaan dan keridhaan) Allah Ta’ala satu-satunya yang mengisi dan menguasai pikiran, tekad dan kehendak seorang hamba. Inilah kenikmatan di dunia yang tiada bandingannya yang sekaligus merupakan qurratul ‘ain (penyejuk dan penyenang hati) bagi orang-orang yang mencintai dan mengenal Allah I[7].

Demikian pula jalan keluar dan penyelesaian terbaik dari semua masalah yang dihadapi seorang manusia adalah dengan bertakwa kepada Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya,

{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ}

”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (QS. ath-Thalaaq:2-3).

Ketakwaan yang sempurna kepada Allah tidak mungkin dicapai kecuali dengan menegakkan semua amal ibadah, serta menjauhi semua perbuatan yang diharamkan dan dibenci oleh Allah Ta’ala[8].

Dalam ayat berikutnya Allah berfirman,

{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً}

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4).

Artinya: Allah akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya, serta menjadikan baginya jalan keluar dan solusi yang segera (menyelesaikan masalah yang dihadapinya)[9].

Adapun semua bentuk zikir, wirid maupun shalawat yang tidak bersumber dari petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun banyak tersebar di masyarakat muslim, maka semua itu adalah amalan buruk dan tidak mungkin akan mendatangkan ketenangan yang hakiki bagi hati dan jiwa manusia, apalagi menjadi sumber penghilang kesusahan mereka. Karena semua perbuatan tersebut termasuk bid’ah[10] yang jelas-jelas telah diperingatkan keburukannya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya semua perkara yang diada-adakan adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat, dan semua yang sesat (tempatnya) dalam neraka”[11].

Hanya amalan ibadah yang bersumber dari petunjuk al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bisa membersihkan hati dan mensucikan jiwa manusia dari noda dosa dan maksiat yang mengotorinya, yang dengan itulah hati dan jiwa manusia akan merasakan ketenangan dan ketentraman.

Allah Ta’ala berfirman,

{لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ}

“Sungguh Allah telah memberi karunia (yang besar) kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mensucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur-an) dan Al Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Rasul) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS. Ali ‘Imraan:164).

Makna firman-Nya “mensucikan (jiwa) mereka” adalah membersihkan mereka dari keburukan akhlak, kotoran jiwa dan perbuatan-perbuatan jahiliyyah, serta mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya (hidayah Allah I)[12].

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ}

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu (al-Qur’an) dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia), dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS Yuunus:57).

Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan perumpaan petunjuk dari Allah Ta’ala yang beliau bawa seperti hujan baik yang Allah Ta’ala turunkan dari langit, karena hujan yang turun akan menghidupkan dan menyegarkan tanah yang kering, sebagaimana petunjuk Allah Ta’ala akan menghidupkan dan menentramkan hati manusia. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perumpaan bagi petunjuk dan ilmu yang Allah wahyukan kepadaku adalah seperti air hujan (yang baik) yang Allah turunkan ke bumi…“[13].

Ketenangan Batin yang Palsu

Kalau ada yang berkata, Realitanya di lapangan banyak kita dapati orang-orang yang mengaku merasakan ketenangan dan ketentraman batin (?) setelah mengamalkan zikir-zikir, wirid-wirid dan shalawat-shalawat bid’ah lainnya.

Jawabannya: Kenyataan tersebut di atas tidak semua bisa diingkari, meskipun tidak semua juga bisa dibenarkan, karena tidak sedikit kebohongan yang dilakukan oleh para penggemar zikir-zikir/wirid-wirid bid’ah tersebut untuk melariskan dagangan bid’ah mereka.

Kalaupun pada kenyataannya ada yang benar-benar merasakan hal tersebut di atas, maka dapat dipastikan bahwa itu adalah ketenangan batin yang palsu dan semu, karena berasal dari tipu daya setan dan tidak bersumber dari petunjuk Allah I. Bahkan ini termasuk perangkap setan dengan menghiasi amalan buruk agar telihat indah di mata manusia.

Allah Ta’ala berfirman,

{أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ}

“Apakah orang yang dihiasi perbuatannya yang buruk (oleh setan) lalu ia menganggap perbuatannya itu baik, (sama dengan dengan orang yang tidak diperdaya setan?), maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (QS Faathir:8).

Artinya: setan menghiasi perbuatan mereka yang buruk dan rusak, serta mengesankannya baik dalam pandangan mata mereka[14].

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,

{وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا}

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari kalangan) manusia dan (dari kalangan) jin, yang mereka satu sama lain saling membisikkan perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” (QS al-An’aam:112).

Artinya: para setan menghiasi amalan-amalan buruk bagi manusia untuk menipu dan memperdaya mereka[15].

Demikianlah gambaran ketenangan batin palsu yang dirasakan oleh orang-orang yang mengamalkan zikir-zikir/wirid-wirid bid’ah, yang pada hakekatnya bukan ketenangan batin, tapi merupakan tipu daya setan untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah Ta’ala, dengan mengesankan pada mereka bahwa perbuatan-perbuatan tersebut baik dan mendatangkan ketentraman batin.

Bahkan sebagian mereka mengaku merasakan kekhusyuan hati yang mendalam ketika membaca zikir-zikir/wirid-wirid bid’ah tersebut melebihi apa yang mereka rasakan ketika membaca dan mengamalkan zikir-zikir/wirid-wirid yang bersumber dari wahyu Allah Ta’ala.

Padahal semua ini justru merupakan bukti nyata kuatnya kedudukan dan tipu daya setan bersarang dalam diri mereka. Karena bagaimana mungkin setan akan membiarkan manusia merasakan ketenangan iman dan tidak membisikkan was-was dalam hatinya?

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah membuat perumpaan hal ini[16] dengan seorang pencuri yang ingin mengambil harta orang. Manakah yang akan selalu diintai dan didatangi oleh pencuri tersebut: rumah yang berisi harta dan perhiasan yang melimpah atau rumah yang kosong melompong bahkan telah rusak?

Jawabnya: jelas rumah pertama yang akan ditujunya, karena rumah itulah yang bisa dicuri harta bendanya. Adapun rumah yang pertama, maka akan “aman” dari gangguannya karena tidak ada hartanya, bahkan mungkin rumah tersebut merupakan lokasi yang strategis untuk dijadikan tempat tinggal dan sarangnya.

Demikinlah keadaan hati manusia, hati yang dipenuhi tauhid dan keimanan yang kokoh kepada Allah Ta’ala, karena selalu mengamalkan petunjuk-Nya, akan selalu diintai dan digoda setan untuk dicuri keimanannya, sebagaimana rumah yang berisi harta akan selalu diintai dan didatangi pencuri.

Oleh karena itu, dalam sebuah hadits shahih, ketika salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku membisikkan (dalam) diriku dengan sesuatu (yang buruk dari godaan setan), yang sungguh jika aku jatuh dari langit (ke bumi) lebih aku sukai dari pada mengucapkan/melakukan keburukan tersebut. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah maha besar, Allah maha besar, Allah maha besar, segala puji bagi Allah yang telah menolak tipu daya setan menjadi was-was (bisikan dalam jiwa)”[17].

Dalam riwayat lain yang semakna, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itulah (tanda) kemurnian iman”[18].

Dalam memahami hadits yang mulia ini ada dua pendapat dari para ulama:

- Penolakan dan kebencian orang tersebut terhadap keburukan yang dibisikkan oleh setan itulah tanda kemurnian iman dalam hatinya

- Adanya godaan dan bisikkan setan dalam jiwa manusia itulah tanda kemurnian iman, karena setan ingin merusak iman orang tersebut dengan godaannya[19].

Adapun hati yang rusak dan kosong dari keimanan karena jauh dari petunjuk Allah Ta’ala, maka hati yang gelap ini terkesan “tenang” dan “aman” dari godaan setan, karena hati ini telah dikuasai oleh setan, dan tidak mungkin “pencuri akan mengganggu dan merampok di sarangnya sendiri”.

Inilah makna ucapan sahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ketika ada yang mengatakan kepada beliau, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi menyangka bahwa mereka tidak diganggu bisikan-bisikan (setan) dalam shalat mereka”. Abdullah bin ‘Abbas menjawab, “Apa yang dapat dikerjakan oleh setan pada hati yang telah hancur berantakan?”[20].

Nasehat dan Penutup

Tulisan ringkas ini semoga menjadi motivasi bagi kaum muslimin untuk meyakini indahnya memahami dan mengamalkan petunjuk Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang hanya dengan itulah seorang hamba bisa meraih kebahagiaan dan ketenangan jiwa yang hakiki dalam kehidupannya. Allah Ta’ala berfirman,

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ}

“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan)[21] hidup bagimu” (QS al-Anfaal:24).

Imam Ibnul Qayyim – semoga Allah Ta’ala merahmatinya – berkata, “(Ayat ini menunjukkan) bahwa kehidupan yang bermanfaat (indah) hanyalah didapatkan dengan memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang tidak memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya maka dia tidak akan merasakan kehidupan (yang bahagia dan indah)…Maka kehidupan baik (bahagia) yang hakiki adalah kehidupan seorang yang memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya secara lahir maupun batin”[22].

Sebagai penutup, akan kami kutip nasehat Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu yang berbunyi,

“Wahai saudarakau sesama muslim, waspada dan hindarilah (semua) bentuk zikir dan wirid bid’ah yang akan menjerumuskanmu ke dalam jurang syirik (menyekutukan Allah Ta’ala). Berkomitmenlah dengan zikir (wirid) yang bersumber dari (petunjuk) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang berbicara bukan dengan landasan hawa nafsu, (melainkan dari wahyu Allah Ta’ala). Dengan mengikuti (petunjuk) beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, (kita akan meraih) hidayah Allah Ta’ala dan keselamatan (di dunia dan akhirat). (Sebaliknya) dengan menyelisihi (petunjuk) beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjadikan amal perbuatan kita tertolak (tidak diterima oleh Allah Ta’ala). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan (dalam agama Islam) yang tidak sesuai dengan petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak” (HSR Muslim)[23].

sumber

Bandingan Nikmat Dunia dan Akhirat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak menyebutkan kenikmatan dan keutamaan akhirat yang sangat besar dibandingkan kesenangan di dunia ini. Di antaranya adalah hadits di bawah ini,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي َلأَ عْلَمُ آخِرَ أَهْلِ النَّارِ خُرُوجًا مِنْهَا وَآخِرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ دُخُولاً الْجَنَّةَ رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنْ النَّارِ حَبْوًا فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلْأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلْأَى فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ قَالَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلْأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلْأَى فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهَا أَوْ إِنَّ لَكَ عَشَرَةَ أَمْثَالِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَقُولُ أَتَسْخَرُبِي أَوْ أَتَضْحَكُ بِي وَأَنْتَ الْمَلِكُ قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ قَالَ فَكَانَ يُقَالُ ذَاكَ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً

Dari `Abdullâh bin Mas’ûd radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Aku benar-benar mengetahui seorang penduduk neraka yang paling akhir keluar darinya dan seorang penduduk surga yang paling akhir masuk ke dalam surga. Yaitu seorang laki-laki yang keluar dari neraka dengan keadaan merangkak, lalu Allah berkata kepadanya, ‘Pergilah, masuklah ke dalam surga!’

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Lalu dia mendatangi surga, namun dikhayalkan kepadanya bahwa surga telah penuh. Maka, dia kembali lalu berkata, ‘Wahai Rabb-ku, aku mendapati surga telah penuh.’

Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata kepadanya, ‘Pergilah, masuklah ke dalam surga!’

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Lalu dia mendatangi surga, namun dikhayalkan kepadanya bahwa surga telah penuh. Maka, dia kembali lalu berkata, ‘Wahai Rabb-ku, aku mendapati surga telah penuh.’

Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata lagi kepadanya, ‘Pergilah, masuklah ke dalam surga! Sesungguhnya engkau memiliki semisal dunia dan sepuluh kalinya, atau engkau memiliki sepuluh kali dunia.’

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Laki-laki itu berkata, ‘Apakah Engkau memperolok-olok aku (atau Engkau menertawakan aku), padahal Engkau adalah Raja?’

Abdullâh bin Mas’ûd radhiallahu ‘anhu berkata, ‘Aku melihat Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa sampai nampak gigi gerahamnya.’ Dan dikatakan bahwa orang itu adalah penduduk surga yang paling rendah derajatnya.’ (H.R. Muslim, no. 308/186)

sumber

Senang Mendengarkan Bacaan al-Qur’an

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau berkata:

قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اقْرَأْ عَلَيَّ الْقُرْآنَ» قَالَ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ ‍ أَقْرَأُ عَلَيْكَ؟ وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ؟ قَالَ: «إِنِّي أَشْتَهِي أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي» ، فَقَرَأْتُ النِّسَاءَ حَتَّى إِذَا بَلَغْتُ: {فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلَاءِ شَهِيدًا} [سورة: النساء، آية رقم: 41] رَفَعْتُ رَأْسِي، أَوْ غَمَزَنِي رَجُلٌ إِلَى جَنْبِي، فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَرَأَيْتُ دُمُوعَهُ تَسِيلُ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah kepadaku al-Qur’an.” Ibnu Mas’ud berkata: Aku katakan, “Wahai Rasulullah! Apakah saya akan membacakannya kepadamu sementara ia diturunkan kepadamu?”. Beliau menjawab, “Aku senang mendengarnya dari orang selain diriku.” Maka aku pun membacakan surat an-Nisaa’, ketika sampai pada ayat [yang artinya], “Bagaimanakah jika [pada hari kiamat nanti] Kami datangkan dari setiap umat seorang saksi, dan Kami datangkan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’: 41). Aku angkat kepalaku, atau ada seseorang dari samping yang memegangku sehingga aku pun mengangkat kepalaku, ternyata aku melihat air mata beliau mengalir (HR. Bukhari [4582] dan Muslim [800])



Hadits yang agung ini memberikan pelajaran kepada kita untuk memiliki rasa senang dan menikmati bacaan al-Qur’an yang dibacakan oleh orang lain. Oleh sebab itu Imam Bukhari juga mencantumkan hadits ini di bawah judul bab ‘Orang yang senang mendengarkan al-Qur’an dari selain dirinya’ (lihat Fath al-Bari [9/107]). an-Nawawi rahimahullah berkata,“Ada beberapa pelajaran dari hadits Ibnu Mas’ud ini, di antaranya; anjuran untuk mendengarkan bacaan [al-Qur'an] serta memperhatikannya dengan seksama, menangis ketika mendengarkannya, merenungi kandungannya. Selain itu, hadits ini juga menunjukkan dianjurkannya meminta orang lain untuk membacanya untuk didengarkan, dalam keadaan seperti ini akan lebih memungkinkan baginya dalam mendalami dan merenungkan isinya daripada apabila dia membacanya sendiri. Hadits ini juga menunjukkan sifat rendah hati seorang ulama dan pemilik kemuliaan meskipun bersama dengan para pengikutnya.” (al-Minhaj [4/117])

Hadits ini juga menunjukkan bahwa salah satu ciri orang soleh adalah bisa menangis ketika mendengar bacaan al-Qur’an. Imam Bukhari mencantumkan hadits ini di bawah judul bab ‘Menangis tatkala membaca al-Qur’an’ (lihat Fath al-Bari [9/112]). Lantas, apakah yang mendorong Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis ketika mendengar ayat di atas? Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yang tampak bagi saya, bahwasanya beliau [Nabi] menangis karena sayangnya kepada umatnya. Sebab beliau mengetahui bahwa kelak beliau pasti menjadi saksi atas amal mereka semua, sedangkan amal-amal mereka bisa jadi tidak lurus (amalan yang tidak baik) sehingga membuat mereka berhak untuk mendapatkan siksaan, Allahu a’lam.” (Fath al-Bari [9/114])

Namun, ada satu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa menangis tatkala membaca al-Qur’an harus dilandasi dengan keikhlasan. Bukan karena ingin mendapatkan pujian dan sanjungan. Oleh sebab itu, Imam Bukhari mengiringi bab tadi [menangis tatkala membaca al-Qur'an] dengan bab ‘Dosa orang yang membaca al-Qur’an untuk mencari pujian (riya’), mencari makan, atau menyalah gunakannya untuk berbuat jahat/dosa’ (lihat Fath al-Bari[9/114]).

Dan yang lebih utama lagi adalah menangis tatkala sendirian. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang menceritakan 7 golongan yang mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat, yang salah satunya adalah, “Seorang lelaki yang mengingat Allah dalam keadaan sendirian lantas berlinanglah air matanya.” (HR. Bukhari [660] dan Muslim [1031]). an-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan keutamaan menangis karena takut kepada Allah ta’ala dan keutamaan amal ketaatan yang rahasia/tersembunyi karena kesempurnaan ikhlas padanya, Allahu a’lam.” (al-Minhaj [4/354])

Satu pelajaran lagi yang mungkin bisa ditambahkan di sini, adalah keutamaan belajar bahasa arab. Karena dengan memahami bahasa arab akan lebih memudahkan dalam menghayati kandungan al-Qur’an. Oleh sebab itu hendaknya kita lebih bersemangat lagi dalam mempelajari bahasa arab dan mengkaji tafsir al-Qur’an. Allahu a’lam.

sumber

Judul widget rightbar

Followers

Template Oleh trikmudahseo
$('.user.blog-author,.ssyby').closest('.comment-block') .css('border', '1px solid #e1e1e1') .css('background','#f1f1f1 url("https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmqCZHyvyW1s8OH1aoCB3LszKhhpkr998jKbzSxAo2o9B0jSkEDKUzSCEwARdWC_sXGAoz8h-HmVCRhUhfvUNmOXcisMebjTXIAgFu7Ru1AKEyfEMIocOKNYkpH6VL0_eLTdOiqp5FcEQ/s1600/admin2.png") no-repeat bottom right') .css('padding', '10px'); } $(document).bind('ready scroll click', highlight); });